Krisis Kaum Intelektual

Kepemimpinan menurut G.L.Feman & E.K.aylor (1950) adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan kelompok mencapai tujuan organisasi dengan efektifitas maksimum dan kerjasama dari tiap individu. Sedangkan menurut Kartini Kartono (1994: 33), ”Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya dalam suatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.”

           Dari definisi kepemimpinan dan pemimpin diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan mengarahkan suatu kelompok dan menciptakan kesesuaian paham disebut pemimpin. Namun pada kenyataannya sangat sulit untuk menemukan karakter pemimpin yang dapat dipercaya, berwibawa, cerdas, dan memiliki intelektualitas yang tinggi. Apalagi sebagai seorang Muslim tentunya seorang pemimpin wajib memiliki karakter dari keempat sifat yang dimiliki Rasulullah saw.

            Dalam konteks Mahasiswa, Organisasi Mahasiswa (Ormawa) seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa/Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (DPM/MPM), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Pemerintahan Mahasiswa (PEMA), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) merupakan suatu wadah dimana gerakan-gerakan perubahan dapat terealisasikan. Namun apa yang terjadi pada mahasiswa era kini? 

            Seiring perubahan zaman, banyak mahasiswa yang berubah jalur dari tujuan utama. Banyak dari kalangan penggerak-penggerak kampus yang terlindas oleh ideologi-ideologi penjajah, terlena dengan kecanggihan zaman hingga melupakan sejarah bangsa ini yang lebih dari setengahnya adalah hasil perjuangan para pemuda Indonesia. Rusaknya kualitas pemimpin bangsa ini menuntut golongan mahasiswa untuk menjadi agent of change (Agen Perubahan).

Namun terlalu naif apabila kita menyoraki para pemimpin Negara yang menguras habis harta Negara demi kepentingan pribadi,  padahal kita sendiri sebagai mahasiswa masih saja melakukan manipulasi pada karya tulis pribadi dengan meng-copy-paste karya orang lain. Sambil terus berpangku tangan, apatis, dan terlena dengan segala jenis fasilitas yang diperoleh dari orang tua. Bukannya iri, namun inilah realita yang begitu ironi disekitar kita. 

Tapi sepertinya kita tidak perlu melihat terlalu jauh contoh sikap apatis yang mendarah daging di kalangan mahasiswa sekarang. Lihat saja hasil pemilihan presiden mahasiswa yang baru saja berlangsung belum lama ini, tidak sampai 2000 mahasiswa yang berpartisipasi dalam pemilihan, padahal ada 8000 lebih mahasiswa yang aktif di Umuslim. Sebagian besar mahasiswa tidak terlalu memikirkan bahwa Pemira itu penting, bahkan tidak jarang mereka berkata sambil lalu “Beh-beh watee manteung.”

 Prinsip “Kita dapat apa?” juga seolah sudah menjadi alasan yang lumrah dikalangan mahasiswa. Padahal jika kita mau menghargai sejarah bangsa, para pamuda dulu telah memperjuangkan seluruh jiwa raga dengan prinsip “Pantang Menyerah!” sebagai cambuk utama demi memperjuangkan tanah air tercinta.

Krisis kepemimpinan yang melanda saat ini telah memanggil kita sebagai mahasiswa untuk lebih peduli akan problema yang mencekik bangsa ini. Intelektualitas adalah modal utama mahasiswa dalam melakukan perubahan. Sudah selayaknya mahasiswa sebagai iron stock (aset cadangan bangsa) menjunjung tinggi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Belajar dan terus bekerja keraslah demi menjadi alternatif manusia yang lebih demokratis, jujur, adil, visioner, peduli, tanggung jawab, serta berdisplin tinggi. 

InsyAllah jika semua golongan mahasiswa di negeri ini sudah memiliki karakter seperti diatas, maka bukan sebuah khayalan lagi untuk kita memiliki pemimpin yang hebat. Namun kapan itu akan terjadi? Wallahu a’lam bishawab…

Penulis adalah Ulfia Dara, Mahasiswi semester 1 Prodi Bahasa Inggris Universitas Almuslim. Email : ulfiadara19@gmail.com, FB : Fia Elf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar