Berbagai fenomena Pekan Olahraga Mahasiswa
Almuslim (POMAl) di lapangan muncul. Mulai dari permasalahan lampiran formulir daftar ulang, double ormawa, waktu yang keteteran
hingga nilai-nilai sportivitas terasa semu dalam POMAl ini.
Pekan Olahraga Mahasiswa Almuslim (POMAl) memperlombakan
enam cabang olahraga yaitu sepak bola, badminton, volly, tenis meja, atletik
serta catur. (Suara Almuslim, 29/3/2015). Lomba yang diikuti 500 lebih
mahasiswa ini selain ajang pengembangan bakat diharapkan melahirkan atlit-atlit
baru yang kompeten dari Umuslim, Dibalik
berbagai manfaat sebuah event olahraga, nilai sportivitas pemain baik pemain
secara personal maupun tim selalu menjadi sorotan penting.
Menurut KBBI, sportivitas adalah sikap adil (jujur) terhadap lawan; sikap bersedia mengakui keunggulan
(kekuatan, kebenaran) lawan atau kekalahan (kelemahan, kesalahan) sendiri;
kejujuran; fair play. Sedangkan sportif artinya bersifat kesatria dan
jujur. Tak heran jika dalam sebuah pertandingan selalu didengung-dengungkan
akan nilai-nilai sportif pemain dan supporter. Fair play menjadi kunci sukses sebuah pertandingan olahraga.
Beberapa hal dilakukan PEMA untuk mengantisipasi
terjadinya kecurangan dalam event tahunan ini. Salah satunya panitia mengadakan
technical meeting dengan ormawa
hingga dua kali sebelum pertandingan. Informasi yang saya peroleh dari panitia
POMAl bahwa setiap pemain adalah mahasiswa aktif Umuslim yang dibuktikan dengan
melampirkan formulir registrasi ulang semester genap.
Menimbulkan
Masalah
Dibalik semua langkah strategis yang
ditetapkan panitia POMAl bersama ormawa, namun masih saja timbul permasalahan
lainnya di lapangan. Seperti tim yang menyepelekan aturan main POMAl. Hal ini
dibuktikan dengan adanya kekisruhan di lapangan dalam beberapa cabang olahraga.
Tim yang menganggap lawannya unfair
langsung protes ke panitia. Hal ini menyebabkan pertandingan terpaksa ditunda,
waktu menjadi molor hanya untuk rembuk penyelesaian masalah yang seharusnya
digunakan untuk bertanding. Ajang bertanding malah berganti dengan cek-cok
mulut.
Di lain sisi, pemain juga protes dengan panitia
yang terlambat konfirmasi akan jadwal setiap pertandingan. Kejadian ini
menyebabkan manager kebingungan untuk meneruskan informasi yang benar kepada pemainnya.
Seharusnya panitia mengkonfirmasi sekurang-kurangnya tiga hari sebelum hari
pertandingan. Ini tentu lebih efektif untuk semua pemain.
Lain lagi dengan syarat melampirkan formulir
daftar ulang bagi pemain. Lampiran ini harus diserahkan paling lambat sebelum
pertandingan di mulai. Namun, di lapangan terdapat tim yang tidak membawa
lampiran ini saat hari H pertandingan dan mereka diizinkan oleh panitia untuk
tetap bertanding. Walaupun sebenarnya tim tersebut memiliki formulir daftar
ulang. Hal ini menggambarkan ketegasan peraturan dari panitia masih kurang. Panitia
terlihat kurang persiapan dalam POMAl.
Bukan
Sekedar Pertandingan
Menelaah itu semua, olahraga bukan sekedar
kegiatan yang berorientasi kepada faktor fisik belaka, olahraga juga dapat
melatih sikap dan mental. Atas dasar tersebut, penulis berharap POMAl menjadi
arena yang kompetitif dimana setiap atlet menunjukkan kamampuan terbaiknya.
Kompetisi bisa melatih nilai-nilai karakter seperti keberanian, kemauaan
berusaha, disiplin, kerjasama dan kejujuran. Namun lebih dari itu, dalam usaha
mencapai prestasi tertinggi haruslah dengan sportif.
Kita menyadari bahwa
olahraga penuh dengan masalah dan silang pendapat, tapi jangan sampai melahiran
konflik moral. Fair play adalah
bentuk harga diri yang harus dikedepankan dalam olahraga. Fair play mendasari kesadaran yang selalu melekat, bahwa lawan
bertanding adalah kawan bertanding yang diikat oleh pesaudaraan olahraga. Fair play mensyaratkan bahwa semua kontestan memahami dan mematuhi
tidak hanya kepada aturan formal dari permainan tetapi juga aturan main yang
tidak tertulis (Shields & Bredemeier, 1995).
FIFA sebagai organisasi sepak bola dunia
bahkan gencar dengan slogannya “My Game
is Fair Play” dan memberi penghargaan kepada insan olahraga yang
dinilai mampu memberikan teladan yang baik bagi masyarakat ketika beraksi di
rumput hijau. Hal ini menjadi penting karena nilai
fair play melandasi pembentukan
sikap, dan selanjutnya sikap menjadi landasan perilaku.
Setiap pemain dan ormawa yang mengirimkan
delegasinya untuk bertanding harus bertindak jujur dan sportif. Jangan sampai
kita menemukan ada ormawa yang memalsukan formulir daftar ulang hanya untuk
mendapat tiket berlomba di POMAl ini. Jangan sampai nilai jujur mereka hancur
hanya demi selembar formulir daftar ulang. Setiap atlit harus memegang
kepercayaan yang sudah diberikan.
Nilai-nilai karakter dan sportivitas masih
semu dalam POMAl ini. Seharusnya baik panitia, pemain maupun wasit bisa
memimpin pertandingan dengan baik dan sama-sama menjaga peraturan yang sudah
dibuat bersama. Hal ini akan menguntungkan semua pihak untuk mengikuti
pertandingan dengan lancar tanpa adanya unsur emosi atau ketegangan antar tiap
tim.
Terlepas dari itu semua, management, kejujuran dan
sportivitas adalah sebuah pekerjaan rumah yang harus diperhatikan, dipelajari,
dan ditindaklanjuti oleh panitia POMAL, Umuslim dan terlebih lagi bagi para
tunas-tunas atlet penerus estafet si pengharum nama kampus hijau agar
kemenangan yang diperoleh bukan merupakan hasil dari tindakan yang cacat.
Nurmulya
Safittri, mahasiswi Pendidikan
Bahasa Inggris Universitas Almuslim dan pegiat di Lembaga Pers Mahasiswa Suara
Almuslim (LPM SA). Email: nurmulya7@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar